Program intensifikasi pertanian melalui penerapan teknologi pertanian, seperti penggunaan pupuk kimia, pestisida kimia dan bibit unggul, ternyata menyisakan suatu masalah bagi kelestarian lingkungan.Budaya bertani secara konvensional yang selama ini diterapkan oleh petani semakin tidak menguntungkan dan biaya produksinya semakin besar. Akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang terus menerus, maka berdampak pada ketidakseimbangan lingkungan. Pertanian organik merupakan solusi atau alternatif terbaik untuk mengatasi kemerosotan hasil produksi, biaya produksi yang tinggi, dan kerusakan lingkungan. Berbagai penilaian positif tentang usahatani organik ini ternyata belum mampu menarik minat petani untuk beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik. Persepsi tidak selalu identik dengan pengambilan keputusan, dalam hal ini adalah keputusan berusahatani organik atau an-organik.
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1). Untuk mengetahui dan membandingkan perbedaan biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani bawang merah organik dan non-organik. 2). Untuk mengetahui persepsi petani bawang merah organik dan non-organik tentang usahatani organik.
Hipotesa yang diambil dalam penelitian ini adalah diduga tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani bawang merah organik lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani bawang merah non-organik.
Penelitian ini dilakukan di Desa ..., Kecamatan ..., .... Pemilihan tempat dilakukan secara purposive, karena daerah ini merupakan sentra pengembangan dan penghasil produk-produk organik, khususnya bawang merah. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer (wawancara dan dilengkapi dengan questioner), data sekunder (literatur, kantor desa, dan instansi terkait). Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : analisa pendapatan usahatani (analisa biaya, penerimaan, pendapatan, dan efisiensi usahatani) yang selanjutnya diuji dengan uji t. Selain itu analisa deskriptif, untuk menjelaskan permasalahan yang menyangkut persepsi petani.
Dari hasil analisa usahatani bawang merah organik dan non-organik, disimpulkan bahwa rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 20.479.547,53 (organik) dan Rp. 22.336.195,52 (non-organik), sedangkan produksi masing-masing usahatani adalah sebesar 9.634,14 dan 9.647,43 kg/ha dengan harga produksi Rp. 2.933,33 (organik) dan Rp. 2.900,- (non-organik), sedangkan penerimaan yang diterima adalah sebesar Rp. 28.278.209,88 (organik) dan Rp. 27.971.778,42 (non-organik). Sehingga rata-rata pendapatan petani bawang merah organik lebih besar daripada rata-rata pendapatan petani bawang merah non-organik, yaitu masing-masing sebesar Rp. 7.798.662,35 untuk organik dan Rp. 5.635.582,9 untuk non-organik, dengan R/C ratio masing-masing sebesar 1,38 dan 1,26, maka usahatani bawang merah organik lebih efisien dan menguntungkan. Selanjutnya dari hasil uji t diperoleh hasil bahwa nilai t hitung sebesar 2,179 dan t tabel (0,05: 20) = 2,086, sehingga t hitung > t tabel, berarti tolak Ho atau rata-rata pendapatan usahatani bawang merah organik lebih tinggi daripada pendapatan usahatani bawang merah non-organik pada taraf kepercayaan 95%.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa persepsi petani organik dan non-organik terhadap usahatani bawang merah organik adalah positif. Berdasarkan skor rata-rata persepsi petani organik tentang usahatani bawang merah organik adalah 30,11 (>24-36) atau sebesar 83,64%, sedangkan skor rata-rata petani bawang merah non-organik adalah 25,85 (>24-36) atau 66,27%, maka keduanya memiliki persepsi positif. Dari hasil analisa uji beda persepsi petani pada bawang merah organik, maka diperoleh t hitung sebesar 5,391 > t tabel 2,086, berarti tolak Ho atau rata-rata persepsi petani bawang merah organik lebih positif daripada persepsi petani bawang merah non-organik pada taraf kepercayaan 95%
Tidak ada komentar:
Posting Komentar