Program pengembangan hortikultura di Jawa Timur bertujuan meningkatkan produksi dan mutu produk unggulan yang berdaya saing, mengembangkan berbagai produk untuk mendukung diversifikasi pangan, mendorong perkembangan ekonomi daerah dan nasional, mengembangkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan devisa serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan mengembangkan sistem dan usaha agribisnis hortikultura melalui penerapan paket teknologi sesuai standar prosedur operasional disetiap tingkatan kegiatan.
Melalui pendekatan agribisnis dari tahun ketahun produksi hortikultura telah menunjukkan peningkatan yang cukup menggembirakan, namun baik secara kuantitatif maupun kualitatif produksi tersebut belum seimbang dengan pertumbuhan permintaan baik dalam negeri maupun permintaan dari luas negeri. Permintaan di dalam negeri terutama disebabkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, kesadaran masyarakat akan gizi serta perkembangan agroindustri dan pariwisata.
Paimin (1994) mengungkapkan, walaupun pemerintah memberikan peluang dalam hal impor buah buahan sehingga vlume impor meningkat, namun kebutuhan buah secara nasional belum tercukupi. Konsumsi buah-buahan penduduk Indonesia pada tahun 1995 baru mencapai 35 kg per kapita per tahun (Effendi 1997). Sedangkan menurut ketentuan badan dunia (FAO) konsumsi ideal untuk buah buahan sebanyak 64 kg per kapita per tahun, dan konsumsi masyarakat Indonesia terhadap buah pisang menurut data Susenas tahun 2002 baru mencapai 7,80 kg per kapita per tahun jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan konsumsi pisang di Negara maju (Amerika Serikat) yang mencapai 22,05 kg per kapita per tahun. Dengan demikian potensi permintaan buah-buahan termasuk pisang masih cukup besar seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi buah-buahan.
Indonesia merupakan salah satu negara pemasok buah buahan trofis, namun perannya masih sangat kecil yaitu kurang dari 1 persen (Winarno 1996). Walaupun buah buahan trofis asal Indonesia telah memasuki pasaran dunia, akan tetapi jumlahnya sangat kecil akibat kemampuan suplai yang rendah dan tidak kontin, padahal permintaan buah buahan trofis segar dunia hususnya negara negara Eropa, Amerika dan Asia mengalami peningkatan 10,8 persen per tahun (Winarno 1996).
Jawa Timur terkenal sebagai Propinsi penghasil buah buahan eksotik, salah satu diantaranya yang mempunyai nilai ekonomis dan sedang berkembang dengan pesat adalah pisang, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan.
Kabupaten Lumajang yang terenal dengan sebutan kota pisang terdiri dari 21 kecamatan sebagian besar merupakan sentra pisang dengan memiliki luas 2644 ha dengan produksi 29,546 ton per tahun. Beberapa varietas pisang yang dikembangkan di Kabupaten Lumajang diantaranya, Agung Semeru, Mas Kirana, Raja Lumut, Ambon, Susu, Embug dan sebagainya. Diantara varietas pisang tersebut di atas, salah satu yang mempunyai harga stabil dan sangat menguntungkan bagi petani adalah pisang Mas Kirana, hal ini dikarenakan sistem pemasaran pisang mas kirana telah dilakukan melalui pola kemitraan dengan PT Sewu Segar Nusantara Jakarta. Sedangkan untuk varietas yang lain masih mengalami kendala pemasaran sehingga harga sangat berfluktuasi.
Dalam rangka pengembangan produk pertanian tidak cukup hanya memperbaiki cara berusahatani aja, melainkan harus diikuti dengan usaha penyempurnaan di bidang pemasaran karena pasar adalah merupakan salah satu syarat pokok bagi pengembangan usaha agribisnis. Menurut Ainurrofik (1984) pemasaran merupakan kegiatan yang penting dalam menjalankan usaha pertanian, karena pemasaran merupakan tindakan ekonomi yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pendapatan petani. Penanaman pisang dilakukan oleh banyak petani dan lokasinya tersebar di beberapa desa, sehingga dalam melakukan distribusi kepada konsumen banyak melibatkan lembaga perantara mulai dari pedagang pengumpul tingkat desa, kecamnatan dan lembaga perantara tingkat kabupaten. Keterlibatan lembaga perantara tersebut mempunyai peranan penting dalam rangka memperlancar penyampaian pisang dari petani ke konsumen. Akan tetapi menurut Saifuddin (1982) terdapat perbedaan kepentingan diantara para pelaku pasar, yaitu petani produsen yang menghendaki harga tinggi, lembaga perantara ingin mendapatkan keuntungan yang besar dan konsumen menghendaki harga yang murah. Disebutkan juga oleh Saifudin (1982) bahwa dalam pemasaran yang efisien akan tercipta kepuasan bagi produsen, lembaga pemasaran dan konsumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar