Untuk melaksanakan Cooperative farming di tingkat usahatani di pedesaan maka dipandang perlu untuk melaksanakan kelembagaan cooperative farming ini dalam lingkup terbatas terlebih dahulu (pilot project) dan melihat dampaknya di masa uji coba itu secara terbatas. Berdasarkan pemikiran ini maka penelitian tentang potensi pelaksanaan cooperative farming, perbandingan usahatani sebelum melaksanakan cooperative farming dan sesudah melaksanakan cooperative farming pada daerah yang telah melaksanakan menjadi sangat penting.
Penelitian ini bertujuan untuk : (a) Mengukur potensi pengembangan cooperative farming pada petani peserta proyek. (b) Membandingkan pendapatan petani yang melaksanakan cooperative farming dan non cooperative farming.
Penelitian dilakukan di Desa ... Kecamatan ... Kabupaten .... Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa desa ini merupakan pilot proyek cooperative farming yang didanai oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur tahun anggaran 2004.Sampel penelitian ini sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 orang petani yang mengikuti proyek cooperative farming dan 30 orang petani yang tidak mengikuti proyek cooperative farming. Data dikumpulkan dengan cara mewawancarai petani yang terpilih (interview) menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan. Untuk mengukur potensi pelaksanaaan cooperative farming digunakanlah berbagai indikator yang disusun berdasarkan aplikasi teori dan petunjuk pelaksanaan proyek. Untuk membandingkan perbedaan pendapatan petani yang melaksanakan cooperative farming dengan yang tidak mengikuti cooperative farming digunakan uji t (pengujian ini didasarkan pada kaidah with and without). Sebelum menyusun langkah-langkah strategis pengembangan cooperative farming di masa yang akan datang dilakukanlah analisis SWOT untuk melihat faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi penerapan model cooperative farming.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (a) Kelompok tani Barokah di Desa ... memiliki potensi besar untuk melaksanakan cooperative farming dengan baik karena skor kemampuan melaksanakan pengadaan sarana produksi secara kolektif sangat tinggi, pengaturan pola tanam dan bertanam kolektif, melakukan pengolahan tanah secara kolektif. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kolektif dengan SLPHT selama bertahun-tahun. Hal yang belum dilakukan hanyalah mengadakan kerjasama kolektif dengan produsen penyedia sarana produksi. (b) Potensi pengelolaan budidaya dengan cooperative farming juga sangat tinggi hal ini dapat dilihat dari tinggi skor pada butir-butir sistem pengelolaan pengairan, sistem interaksi alih teknologi, dan sistem pemasaran hasil panen. Hal yang belum dilakukan adalah kontrak pemasaran dengan pembeli hasil pertanian (gabah). (c) Secara aktual, hampir seluruh komponen input produksi cooperative farming dapat ditekan jauh lebih rendah dibandingkan dengan komponen input produksi non cooperative farming. Sebaliknya, produktivitas, penerimaan usahatani, dan pendapatan usahatani petani cooperative farming menjadi dua kali lipat dibandingkan dengan petani non cooperative farming.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar